Automasi Perpustakaan

I TUJUAN AUTOMASI PERPUSTAKAAN
Adapun tujuan automasi perpustakaan adalah:
1. Untuk meningkatkan pelayanan, mempercepat, mengefisienkan dan mengakurasi pekerjaan
2. Untuk memberi keleluasaan akses informasi
3. Untuk meningkatkan akses ke perpustakaan lain
4. Untuk memenuhi tuntutan perkembangan  TI
5. Untuk meningkatkan prestise/citra
6. Agar perpustakaan tidak terisolasi
7. Untuk menyebarkan informasi
8. Untuk mengembangakan kerjasama dan “resource sharing”

II  FAKTOR-FAKTOR PENDORONG
Mengimplementasikan automasi perpustakaan tidaklah sesulit seperti di awal 90an. Faktor-faktor yang memberi kemudahan untuk implementasi automasi perpustakaan saat ini antara lain:
1. Kemudahan mendapatkan produk TI dan semakin terjangkau harganya
2. Dudukungan perkembangan teknologi komunikasi
3. Tawaran banyaknya aplikasi untuk automasi perpustakaan
4. Tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, tepat, akurat dan bervariasi yang harus direnspon secara positif

III  UNSUR-UNSUR PENDUKUNG
Dalam automasi perpustakaan terdapat beberapa unsur atau syarat yang saling mendukung, dan terkait satu dengan lainnya. Unsur-unsur atau syarat tersebut antara lain:
1. Komitmen pengelola perpustakaan
Ini berarti bahwa, pengelola perpustakaan (mulai dari tingkatan kepala/penanggungjawab sampai staff perpustakaan tingkat bawah) dituntut untuk berinisiatif dan memiliki keteguhan yang kuat untuk mewujudkan automasi perpustakaan. Hal  ini perlu dilakukan dengan diskusi yang efektif di antara mereka mulai dari perencanaan, persiapan, instalasi, training, ujicoba, sosialisasi, implementasi, evaluasi dan pengembangan.

2. Dukungan pimpinan
Inisiatif dan keteguhan belumlah cukup tanpa dukungan pimpiman di mana perpustakaan tersebut dipayungi, Oleh karenanya, para pengelola perpustakaan harus mampu meyakinkan pimpinan induk untuk memberi dukungan dan dorongan penuh.

3. Dana
Dukungan dan dorongan pimpinan tidaklah sekedar dukungan dan dorongan secara moral saja, akan tetapi yang pasti dukungan tersedianya anggaran untuk pengadaan hardwares, software, training, perawatan (mantenance), pengembangan dan pembeayaan lainnya.

4. Perangkat Keras (Hardwares)
Komponen dari sisi pandang hardwares, antara lain: komputer, HUB, UTP cable, printer, laminator, UPS, barcode scanner, scanner dan lainnya, perlu disediakan. Ada yang sifatnya keharusan, dan ada yang sifatnya opsi.

5. Perangkat Lunak (Software)
Selain software sistem operasi, diperlukan software aplikasi untuk automasi perpustakaan. Diharapkan bahwa, aplikasi automasi perpustakaan bisa diaplikasikan dalam berbagai sistem operasi (multi-platform), mampu mengelola data secara handal, dapat dioperasikan secara bersama-sama (multi-user).

6. Network (Jaringan)
Network (jaringan) adalah kumpulan dua atau lebih sistem komputer yang terhubung. Ada 2 (dua) jenis jaringan komputer:
a. Local-Area Network (LAN): komputer yang terhubung berada pada tempat yang berdekatan secara geografis (misalkan satu gedung). Ini berarti bahwa, automasi perpustakaan hanya sebatas pada lingkup perpustakaan saja, atau lingkup lembaga saja
b. Wide-Area Network (WAN): komputer yang terhubung berada pada tempat yang berjauhan dan dihubungkan dengan line telepon atau gelombang radio. Ini berarti bahwa, perpustakaan tersambung dengan jaringan global, sehingga data/informasi akan bisa diakses secara global pula.

7. Data (anggota, bibliografi)
Untuk bisa dilakukan transaksi peminjaman pustaka diperlukan data anggota dan data bibliografi. Data ini bisa diperoleh melalui: entri data baru maupun konversi data yang telah ada. Agar data mudah ditemukan kembali dan memberi kenyamanan tampilan, maka yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan data diperlukan ketelitian, kekonsistenan, kecepatan, taat azas pada pedoman/peraturan.

8. Pengguna (users)
Pengguna yang dimaksud di sini adalah pemustaka atau siapasaja yang berpotensi menjadi pengguna perpustakaan (potential users). Memberi kemanfaatan kepada pengguna adalah salahsatu target dari tujuan automasi perpustakaan. Konsultasi/diskusi dengan pengguna untuk menentukan kebutuhannya perlu dilakukan. Namun perlu pencerahan terhadap penilaian yang mungkin keliru yang dilakukan oleh pengguna mengenai kebutuhan dan persepsi tentang apa yang bisa dan tidak/belum bisa dilakukan oleh suatu sistem automasi perpustakaan. Catat secara detail tentang kebutuhan dan keinginan pengguna, karena akan sangat bermanfaat untuk pengembangan sistem automasi perpustakaan di masa mendatang.

9. System administrator (administrator sistem)
System administrator atau administrator sistem automasi perpustakaan mutlak diperlukan. Hal ini untuk mengatur, mengontrol dan meyakinkan bahwa, seluruh komponen automasi perpustakaan berjalan sebagaimana yang diharapkan. Oleh karenanya seseorang yang ditunjuk sebagai administrator sistem harus:
a. menguasasi komputer dan jaringan komputer
b. menguasai aplikasi yang diterapkan
c. menguasai operating system
d. mempunyai pengetahuan perpustakaan
e. memahami tatakerja/manajemen perpustakaan
f. mempunyai komitmen terhadap tugas
g. mampu bekerja secara organisasi dan perorangan
h. mempunyai wawasan yang luas
i. selalu bersedia mengembangakan ilmu dan ketrampilannya

IV   SPESIFIKASI UMUM
Untuk mengimplementasi automasi perpustakaan diperlukan software (perakkat lunak) yang memadai. Perpustakaan bisa merancang sendiri atau bekerjasama dengan Pusat Komputer di mana perpustakaan tersebut berada (in-house product), atau perpustakaan bisa memesan kepada perusahaan perancang aplikasi komputer (company product). Sebagai gambaran, pertanyaan berikut bisa dipakai sebagai kriteria umum dalam penilaian untuk menentukan software:
1. Bisa berjalan pada berbagai jenis operating system (multi-platform)
2. Kapasitas simpan?
3. Sudah teruji?
4. Harga?
5. User interface (tampilan)?
6. Fasilitas “searching”?
7. Security systems (sistem pengamanan)?
8. Indexing (pengindeksan)?
9. Fasilitas training?
10. Jaminan/garansi?
11. Fasilitas tutorial dan help screens?
12. Fasilitas “conversion”?
13. Kemampuan “file sharing”?
14. Fasilitas pelaporan?
15. Web interfaceble?
16. Lisensi?
17. Beaya “maintenance”?
18. Interval upgrade?

V MODUL KATALOGISASI
Modul manajemen informasi (information management) atau pengolahan bahan pustaka yang secara umum disebut sebagai modul katalogisasi. Modul katalogisasi adalah modul untuk membangun database koleksi, bahkan dalam perkembangannya ada beberapa aplikasi automasi perpustakaan juga berfungsi untuk membangun digital library. Dengan modul ini, selanjutnya pustakawan dan pengguna perpustakaan bisa mengkases database yang berisi berbagai jenis koleksi perpustakaan, atau akses ke database tertentu. Bahkan dimungkinkan database tersebut dimanfaatkan untuk “resource sharing”.
Database tersebut meliputi sumber bibliografis dan “authority records” yang siap untuk diakses dengan menggunakan berbagai strategi penelusuran. Sekali melakukan penelusuran, record-record akan ditampilkan dan siap untuk di-download untuk keperluan “copy cataloguing” atau diupdate.. Dalam hal update/editing bisa dilakukan “full record editing”, holdings maintenance, dan pembuatan entri baru. Untuk bisa menjalankan fungsinya dengan baik, Modul Katalogisasi harus memiliki berbagai karakteristik.

Adapun karakteristik Modul Kalogisasi dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Security system for different levels (sistem pengamanan untuk berbagai tingkatan)
2. Help menues at any menu (Menu bantuan pada setiap menu/sub menu)
3. Searching menues (Menu penelusuran)
4. Search menu update (Menu penelusuran yang bisa di-update)
5. Workform: sort and full entry (Form isian: ringkas, komplit) apakah dalam format MARC atau Dublin Core
6. Record control (Kontrol cantuman)
7. Identification of creator, date (entry, modify), language (Adanya identitas pengentri, tanggal entri tanggal dimodifikasi, bahasa)
8. Records may be added from external sources (cantuman-cantuman bisa dikonfersi dari database lain)
9. Export data may be possible (Dimungkinkan bisa ekspor data)
10. Duplicating of records may be possible (Memungkinkan untuk menduplikasi cantuman)
11. Authority control (Kontrol terhadap cantuman bibliografi dalam katalog agar bisa terjaga konsistennya: pengarang, judul dan subjek).
12. Authority global update (Bisa meng-update secara global)
13. Authority maintenance (pemeliharaan/perawatan terhadap “authority control”)
14. Editing, deleting and merging (Mengedit, menghapus, menggabung)
15. Automatic indexing (Proses pengindekan secara automatis)
16. Unlimited length for certain fields (Untuk field-field tertentu tidak dibatasi panjang pendeknya)
17. Repeatable field (Pengulangan field)
18. Status update (Bisa meng-update status)
19. Item types (Jenis koleksi untuk mengetahui lama peminjaman, besaran denda, berapa kali bisa diperpanjang, dll.)
20. Item sources (Sumber koleksi)
21. Item notes (Catatan koleksi)
22. Item locations (Lokasi kolsksi)
23. Used barcodes are controlled (Barcode terpakai bisa terkontrol)
24. Usecount and totalused are identified (Identitas jumlah penggunaan)
25. Reports (Laporan)

VI MODUL SIRKULASI
Modul sirkulasi didesain untuk keperluan pelayanan peminjaman.dan pelayanan informasi. Menu modul sirkulasi memliliki fungsi untuk meja pelayanan  dan memungkinkan pustakawan melakukan pelayanan lain bagi pengguna, bahkan beberapa fungsi dari modul yang lain ada di modul sirkulasi ini (misalnya: penelusuran biliografi, merubah status koleksi, merubah lokasi koleksi).

Digitalisasi Perpustakaan

  1. 1.     Pengembangan Automasi Perpustakaan

Pengembangan automasi perpustakaan menjadi kegiatan baru dalam membimbing pemakai menggunakan perangkat TI secara optimal untuk menemukan informasi yang dicari. Perkembangan TI ternyata menjadi beban bagi kebanyakan perpustakaan. Banyak perpustakaan yang hanya diberi kesempatan untuk melihat semua perkembangan yang canggih namun belum dapat menerapkannya. Keadaan ini memotivasi pengelola perpustakaan untuk dapat “mendongkrak” posisi perpustakaan pada tingkat yang lebih tinggi. Untuk itu diperlukan suatu pemahaman yang harus disadari oleh banyak pihak antara lain sebagai berikut:

  1. Perpustakaan merupakan sumber ilmu pengetahuan yang berharga bagi

pustakawan, dosen, mahasiswa, jurnalis, peneliti dan lain lain.

  1. Perpustakaan memiliki banyak informasi dari berbagai disiplin ilmu dan

sebagai tempat untuk mengembangkan ketrampilan.

  1. Sejarah tentang perkembangan perpustakaan juga mencerminkan

perkembangan pendidikan di Indonesia

  1. Mahasiswa membutuhkan informasi terstruktur dari perpustakaan untuk mendukung perkuliahan dan mengerjakan tugas.
  2. Dosen membutuhkan portal informasi sebagai tempat berbagi informasi

dengan sesama dosen.

  1. Dukungan pimpinan universitas atas terwujudnya perpustakaan digital sangat penting terutama untuk mengatasi kendala tempat koleksi, jarak dan waktu.
  2. Penanaman budaya jaminan mutu, etos kerja dan nilai kerja perlu dihayati

pada setiap kegiatan perpustakaan.

Untuk itu diperlukan suatu cara yang efektif dalam mengembangkan perpustakaan digital antara lain dengan mengevaluasi tentang pengguna perpustakaan, koleksi dan layanan yang sudah ada, SDM yang dimiliki serta sistem yang dimiliki. Kegiatan perpustakaan dibagi menjadi 5 fungsi yaitu : Manajemen Koleksi, operasional perpustakaan, layanan perpustakaan, dukungan SDM, dan dukungan TI.

I. Manajemen Koleksi

  1. Melaksanakan Stock Opname koleksi untuk memastikan keberadaan koleksi agar mudah dan cepat ditemukan, dapat diakses serta dipesan melalui web site.
  2. Mewujudkan integrated sistem informasi pengadaan koleksi antar perpustakaan agar tidak terjadi duplikasi koleksi.
  3. Pengembangan daftar koleksi lokal yang meliputi karya penelitian, skripsi, tesis, artikel dan buku terbitan perguruan tinggi yang bersangkutan.
  4. Sosialisasi pemakaian layanan elektronik yang diprioritaskan bagi sivitas akademika.

II. Operasional Koleksi.

  1. Memperbaiki master database berdasar pada stock opname.
  2. Pengecekan nomor inventaris dan nomor klasifikasi untuk perbaikan database buku
  3. Penataan koleksi nonbuku, misalnya CD ROM dan kaset.
  4. Integrated pengolahan antar perpustakaan yang ada

III. Layanan Perpustakaan

  1. Integrasi sistem layanan dengan penyesuaian tata tertib yang berlaku pada masing-masing perpustakaan ada.
  2. Pengembangan layanan referensi meliputi penelusuran, konsultasi, penataan
  3. Bimbingan pengguna perpustakaan agar familier menggunakan layanan yang terotomasi dan layanan berbasis web
  4. Pengembangan layanan digital dan multimedia
  5. Pengembangan terbitan pustaka (InfoPustaka Online), kliping online dan paket informasi yang lain.
  6. Bekerjasama dengan jurusan, ketua program studi, pimpinan universitas, UPT  dan Biro untuk mempromosikan koleksi dan sosialisasi tentang pemakaian perpustakaan digital.
  7. Mengupdate informasi yang ada di Web dan perpustakaan sebagai moderator ICS (Information Center Service)

IV. Pengembangan SDM

  1. Pengembangan SDM terhadap layanan yang berbasis TI dan menguasai tentang jaringan (networking).
  2. Pengembangan SDM sebagai subject specialist dan database developer.

V. Pengembangan TI

  1. Pengembangan aplikasi sistem informasi dibuat untuk mengatasi berbagai kendala pada layanan perpustakaan sehingga tersedianya laporan yang diinginkan pimpinan universitas, pimpinan fakultas dan jurusan.
  2. Bekerjasama dengan Pusat Komputer dan Operasional TI untuk terus

mengembangkan sistem informasi layanan, penataan sistem informasi dan

knowledge digital.

  1. 7.     Faktor Pedorong Automasi Perpustakaan

Mengimplementasikan automasi perpustakaan tidaklah mudah. Faktor-faktor yang memberikan kemudahan untuk implementasi automasi perpustakaan saat ini antara lain :

  1. Kemudahan mendapatkan produk TI dan semakin terjangkau harganya
  2.  Banyaknya tawaran aplikasi untuk automasi perpustakaan
  3. Tuntutan pengguna akan layanan yang cepat, tepat, akurat, dan bervariasi yang harus direspon secara positif.
    1. 8.     Unsur-unsur Pendukung
    2. Komitmen pengelola perpustakaan

Seluruh anggota yang ada di perpustakaan mulai dari kepala perpustakaan hingga staff yang paling bawah dituntut untuk mempunyai keteguhan yang kuat untuk mewujudkan automasi perpustakaan.

  1. Dukungan pimpinan

Keteguhan belumlah cukup tanpa dukungan pimpiman di mana perpustakaan tersebut dipayungi, Oleh karenanya, para pengelola perpustakaan harus mampu meyakinkan pimpinan untuk memberi dukungan dan dorongan penuh

  1. Dana

Dengan adanya komitmen pengelola perpustakaan, serta dukungan dari pimpinan tidaklah cukup untuk mewujudkan automasi perpustakaan, maka harus adanya anggaran untuk pengadaan hardware, software, training, perawatan, penegmbangan dan pembiayaan lainnya

  1. Perangkat keras (hardware)

Komponen dari hardware antara lain : komputer, printer, scanner, dll. Ada yang sifatnya keharusan dan ada yang sifatnya pilihan

  1. Perangkat lunak (software)

Selain software sistem operasi, diperlukan software aplikasi untuk automasi perpustakaan. Diharapkan bahwa, aplikasi automasi perpustakaan bisa diaplikasikan dalam berbagai sistem operasi (multi-platform), mampu mengelola data secara handal, dapat dioperasikan secara bersama-sama (multi-user)

  1. Network (jaringan)

Network (jaringan) adalah kumpulan dua atau lebih sistem komputer yang terhubung. Ada 2 (dua) jenis jaringan komputer:

  1. Local-Area Network (LAN): komputer yang terhubung berada pada tempat yang berdekatan secara geografis (misalkan satu gedung). Ini berarti bahwa, automasi perpustakaan hanya sebatas pada lingkup perpustakaan saja, atau lingkup lembaga saja
  2. Wide-Area Network (WAN): komputer yang terhubung berada pada tempat yang berjauhan dan dihubungkan dengan line telepon atau gelombang radio. Ini berarti bahwa, perpustakaan tersambung dengan jaringan global, sehingga data/informasi akan bisa diakses secara global pula
  1. Data (anggota, bibliografi)

Untuk bisa dilakukan transaksi peminjaman pustaka diperlukan data anggota dan data bibliografi. Data ini bisa diperoleh melalui: entri data baru maupun konversi data yang telah ada. Agar data mudah ditemukan kembali dan memberi kenyamanan tampilan, maka yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan data diperlukan ketelitian, kekonsistenan, kecepatan, taat azas pada pedoman/peraturan

  1. Pengguna (user)

Pengguna disini dimaksudkan pengguna perpustakaan. Memberi kemanfaatan kepada pengguna adalah salah satu target dari tujuan automasi perpustakaan. Perlu pencatatan mengenai kebutuhan dan keinginan pengguna, karena akan bermanfaat untuk pengembangan sistem automasi perpustakaan di masa yang akan datang

  1. Administrator

Sistem administrator sangat diperlukan untuk automasi perpustakaan, karena digunakan untuk mengatur, mengontrol, dan mengoperasikan seluruh komponen automasi bahwa automasi perpustakaan dapat berjalan sebagaiman yang diharapkan. Oleh karena itu seorang administrator harus mampu menguasai komputer dan jaringan komputer, menguasai apilikasi yang ditetapkan, menguasai operating system, memahami tata kerja/manajemen perpustakaan, mempunyai komitmen terhadap tugas, mempunyai wawasan yang luas, dan mmapu bekerja secara organisasi dan perorangan.

Profesi Bidang Kepala Sekolah

1.1  Fungsi Kepala Sekolah

Jabatan kepala sekolah diduduki oleh orang yang menyandang profesi guru. Karena itu, ia harus profesional sebagai guru sekaligus sebagai kepala sekolah dengan derajat profesionalitas tertentu. Kepala sekolah memiliki fungsi yang berdimensi luas. Kepala sekolah dapat memrankan banyak fungsi, yang orangnya sama, tetapi topinya berbeda (Danim dan Chairil, 2010:79). Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan jabatan kepala sekolah itu harus profesional sebagai guru ataupun kepala sekolah.

Di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional (yang sekarang berganti nama menjadi Kementerian Pendidikan Nasional, Kemendiknas) telah cukup lama dikembangkan paradigma baru administrasi atau manajemen pendidikan, dimana kepala sekolah minimal harus mampu berfungsi sebagai educator, manager, administrator, supervisor, leader, inovator dan motivator, disingkat EMASLIM. Jika merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, kepala sekolah juga harus berjiwa entrepreneur. Atas dasar itu, dalam kerangka menjalankan fungsinya, kepala sekolah harus memrankan diri dalam tatanan perilaku yang disingkat EMASLIM, sebagai singkatan dari education, manager, administrator, supervisor, leader, inovator, motivator, dan entrepreneur. Fungsi-fungsi itu dijelaskan berikut ini.

Kepala Sekolah sebagai Educator

Sebagai edukator kepala sekolah berfungsi menciptakan iklim sekolah yang kondusif, memberikan nasihat kepada warga sekolah, memberikan dorongan kepada guru dan tenaga kependidikan untuk berbuat serta melaksanakan model pembelajaran yang menarik. Sebagai educator, kepala sekolah harus mampu menginisiasi pengajaran tim, moving class, pengembangan sekolah bertaraf internasional, kelas unggulan, dan mengadakan program akselerasi bagi siswa yang cerdas di atas normal.

Sebagai educator juga, kepala sekolah perlu berupaya meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Upaya yang dapat dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerjanya sebagai educator, khususnya dalam peningkatan kinerja guru dan tenaga kependidikan, serta prestasi belajar siswa dapat dideslripsikan sebagai berikut. Pertama, menyertakan guru dalam pelatihan untuk menambah wawasannya. Kedua, memberikan kesempatan kepada guru-guru untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya dengan belajar ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Ketiga, menggerakkan tim evaluasi hasil belajar siswa agar giat belajar. Keempat, menggunakan waktu belajar secara efektif di sekolah dengan cara mendorong guru untuk memulai dan mengakhiri pembelajaran sesuai waktu yang ditentukan. Kelima, menoptimasi ruang kerja guru sebagai wahana tukar pengalaman antar sesama mereka demi perbaikan kinerja masing (Danim dan Chairil, 2010:80). Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah sebagai educator harus mampu menciptakan kondisi yang kondusif di sekitar lingkungan siswa ataupun guru, dengan tujuan siswa dapat meningkatkan prestasi dan kinerja guru dapat meningkat.

Kepala Sekolah Sebagai Manager

Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer, kepala sekolah perlu memiliki strategi yang tepat untuk untuk memberdayakan guru dan tenaga kependidikan melalui persaingan dalam kebersamaan, memberikan kesempatan guru dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh guru dan tenaga kependidikan dalam pelbagai kegiatan yang menunjang program sekolah. sebagai manajer, kepala sekolah harus mampu mengoptimasi dan mengakses sumber daya sekolah untuk mewujudkan visi, misi, dan mencapai tujuannya. Dalam kerangka pengelolaan sekolah, sebagai manajer sekolah berpedoman pada asas-asas tujuan, keunggulan, mufakat, kesatuan, persatuan, antusiasme, keakraban dan asas integritas. Kepala sekolah juga perlu memiliki kemampuan dalam melaksanakan tugasnya dengan baik, yang diwujudkan dengan menyususn program, mengorganisasikan personalia, memberdayakan guru dan tenaga kependidikan, serta mendayagunakan sumber daya sekolah secara unggul. Untuk itu, sebagai manajer kepala sekolah harus mampu mendelegasikan tugas, mengalokasikan pekerjaan, mentapkan standar kualitas, memonitor hasil, mengontrol biaya, dan lain-lain (Danim dan Chairil, 2010:80). Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah sebagai manajer harus mampu mengorganisasikan guru dan tenaga kependidikan untuk bersama-sama mewujudkan dan meraih visi, misi, dan tujuan sekolah serta mendayagunakan sumber daya sekolah secara unggul.

Kepala Sekolah sebagai Administrator

Kepala sekolah sebagai administrator memiliki hubungan erat dengan pelbagai aktivitas administrasi sekolah, baik dilihat dari pendekatan funfsional maupun pendekatan substansial. Secara fungsional, kepala sekolah harus mampu merencanakan, mengorganisasikan, menata staf, melaksanakan, mengawasi, mengndalikan, mengevaluasi, dan melakukan tindak lanjut. Secara substansial kepala sekolah kepala sekolah harus mampu mengelolah kurikulum, ketenagaan, kesiswaan, hubungan kemasyarakatan, layanan khusus, administrasi kearsipan, dan administrasi keuangan. Tugas-tugas administratif itu dilakukan secara logis dan sistemati, yang kesemuanya memoros pada kepentingan proses pendidikan dan pembelajaran demi peningkatan mutu lulusan, dengan indikator lain peningkatan nilai siswa dan akses mudah melanjutkan studi (Danim dan Chairil, 2010:81). Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan kepala sekolah sebagai administratif itu harus mampu menjalankan aktivitas administrasi sekolah dengan baik dengan tujuan menciptakan pembelajaran yang dapat meningkatkan mutu lulusan siswa.

Kepala Sekolah sebagai Supervisor

Sebagai supervisor, kepala sekolah mensupervisi aneka tugas pokok dan fungsi yang dilakukan oleh guru dan seluruh staf. Dalam kerang ini, kepala sekolah harus mampu melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian ini dimaksudkan agar kegiatan pendidikan di sekolah terarah pada tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan ini juga merupakan tindakan preventif untuk mencegah agar guru dan tenaga kependidikan tida melakukan penyimpangan dan lebih cermat melakukan pekerjaannya. Pengawasan dan pengendalian kepala sekolah terhadap tenaga kependidikan khusunya guru, disebut supervisi klinis, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan profesional guru dan kualitas pembelajaran melalui pembelajaran efektif.

Tugas kepala sekolah sebagai supervisor diwjudkan dalam kemampuannya menyusun dan melakasanakan program supervisi pembelajaran serta memanfaatkan hasilnya. Kemampuan menyusun dan melaksanakan program supervisi pembelajaran harus diwujudkan dalam penyusunan program supervisi kelas, pengembangan program supervisi untuk perpustakaan, laboratorium, dan ujian. Kemampuan melaksanakan program supervisi pembelajaran diwujudkan dalam pelaksanaan program supervisi klinis dan dalam program supervisi kegiatan ekstrakurikuler.

Kemampuan memanfaatkan hasil supervisi pembelajaran diwujudkan dalam pemanfaatan hasil supervisi untuk meningkatkan kinerja guru dan tenaga kependidikan dan pemanfaatan hasil supervisi untuk mengembangkan sekolah. kepala sekolah sebagai supervisor pembelajaran dan supervisor klinis pembelajaran perlu memperhatikan prinsip-prinsip: hubungan konsultatif, kolegial, dan bukan hirarkis, dilaksanakan secara demokratis, berpusat pada guru dan tenaga kependidikan, dilakukan berdasarkan kebutuhan guru dan tenaga kependidikan, serta merupakan bantuan profesional (Danim dan Chairil, 2010:81). Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah sebagai supervisi itu harus mampu mensupervisi seluruh tugas pokok dan fungsi yang dilakukan oleh guru dan staf dengan cara melakukan pengawasan dan pengendalian supaya kegiatan di sekolah dapat terarah pada tujuan yang sudah ditetapkan.

Kepala Sekolah sebagai Leader

Kepala sekolah sebagai pemimpin harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan dan kemampuan guru dan tenaga kependidikan, membuka komunikaksi dua arah dan mendelegasikan tugas. Mereka harus memiliki karakter khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan profesional, serta penegtahuan administrasi dan pengawasan. Sebagai pemimpin, kepala sekolah harus memiliki sifat yang jujur, percaya diri, bertanggung jawab, berani mengambil resiko, dan keputusan, berjiwa besar, emosi yang stabil, dan teladan (Danim dan Chairil, 2010:82). Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah sebagai leader harus mempunyai keprbadian yang baik, karena seorang pemimpin harus bisa bertanggung jawab penuh kepada bawahannya dan harus bisa sebagai teladan bagi warga sekolahnya.

Kepala Sekolah sebagai Inovator

Administrator sekolah yang bermutu selalu melakukan inovasi secara berkelanjutan. Inovasinya diarahkan untuk memenuhi tuntutan “mutu masa depan”, sesuai kebutuhan masyarakat, lokal dan global. Tindakan inovasi administrator sekolah dilakukan dengan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki atau dapat diperoleh dari lingkungan.

Dalam rangka melakukan peranan dan fungsinya sebagai inovator, kepala sekolah perlu memiliki strartegi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lngkungan, mencari gagsan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan guru dan tenaga kependidikan dan mengembangkan model-model pembelajaran yang inovatif. Mereka dituntut mampu meningkatkan profesionalismt tenaga kependidikan akan tercermin dari caranya melakukan pekerjan secara konstruktif, kreatif, delegatif, integratif, rasional, disiplin, dan fleksibel. Di samping itu, dia harus mampu mencari, menemukan dan melaksanakan pelbagai pembaruan di sekolah (Danim dan Chairil, 2010:83). Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah sebagai inovator harus mampu melakukan pembaharuan dan berinovasi secara terus menerus dengan memanfaatkan sumbe daya di sekolah.

Kepala Sekolah sebagai Motivator

Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi  kepada guru dan staf untuk melakukan pelbagai tugas dan fungsinya. Hal ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan lingkungan fisik, suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif dan penyediaan pelbagai sumber belajar melalui pengembangan sentra belajar.

Salah satu upaya memotivasi adalah dengan memberi penghargaan kepada guru dan stafnya. Dengan penghargaan itu, guru dan staf dirangsang untuk meningkatkan profesionalisme kerjanya secara positif dan produktif. Pelaksanaan penghargaan dapat dikaitkan dengan prestasi guru dan staf. Hal itu dilakukan secara terbuka, sehingga guru dan staf memiliki peluang untuk meraihnya. Karenanya, kepala sekolah harus berusaha memberikan penghargaan secara tepat, efektif dan efisien untuk menghindari dampak negatif yang ditimbulkan (Danim dan Chairil, 2010:83). Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan seorang kepala sekolah yang sebagai motivator harus mampu memberikan motivasi pada guru dan staf dengan memberikan penghargaan dan dorongan, serta menciptakan lingkungan kerja yang dapat memotivasi guru dan staf untuk meningkatkan kinerjanya. Memberikan motivasi pada guru dan staf dengan tujuan supaya dapat meningkatkan profesional produktifitasnya.

Kepala Sekolah sebagai Entrepeneur

Sebagai administrator, kepala sekolah harus menjadi wirausaha yang sejati. Istilah wirausaha di sini merujuk kepada usaha dan sikap mental, tidak selalu dalam tafsir komersial. Wirausaha esensinya adalah usaha untuk menciptakan nilai lewat pengakuan terhadap peluang bisnis, manajemen pengambilan resiko sesuai dengan peluang yang ada, dan melalui ketrampilan komunikasi dan manajemen untuk memobilisasi manusia, keuangan dan sumber daya yang diperlukan untuk membawa sebuah proyek sampai berhasil.

Untuk menjadi seorang wirausaha, administrator sekolah harus percaya diri atau memiliki kepercayaan (keteguhan), ketidaktergantungan, kepribadian mantap dan optimisme., berorientasi tugas dan hasil. Haus akan prestasi, tekun dan tabah, tekad, kerja keras, motivasi, energik, dan penuh inisiatif, pengambil resiko atau mampu mengambil dan mengelola resiko dan suka pada tantangan, kemampuan memimpin dan dapat bergaul dengan orang lain. Kemampuan kewirausahaan ini sangat dipentingkan dalam rangka mencari terobosan baru pengembangan sekolah.

1.2  Kepala Sekolah sebagai Pejabat Formal

Meski sebagai tugas tambahan, jabatan kepala sekolah adalah jabatan pemimpin dengan segala keformalannya. Setiap guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah dilakukan dengan prosedur serta persyaratan tertentu seperti latar belakang pendidikan, pengalaman, usia, pangkat dan integritas. Karena itu, kepala sekolah pada hakikatnya adalah pejabat formal, oleh karena pengangkatannya melalui suatu proses dan prosedur yang didasarkan atas peraturan yang berlaku. Secara sistem, jabatan kepala sekolah sebagai pejabat atau pemimpin formal dapat diuraikan melalui pelbagai pendekatan yakni, pengangkatan, pembinaan, dan tanggung jawab (Danim dan Chairil, 2010:83).

Pengangkatan guru menjadi kepala sekolah harus didasarkan atas prosedur dan peraturan yang berlaku. Di Indonesia, prosedur prosedur dan peraturan yang berkaitan dengan pengangkatan guru menjadi kepala sekolah, khususnya sekolah negeri, ditetapkan oleh kementrian pendidikan, meski dalam hal-hal tertentu sering tidak diikuti secara taat asas di timgkat kabupaten/kota. Persyaratan administratif calon kepala sekolah meliputi: (1) usia maksimal, (2) pangkat, (3) masa kerja, (4) pengalaman, dan (5) berkedudukan sebagai tenaga fungsional guru. Persyaratan akademik antara lain latar belakang pendidikan formal, dan pelatihan terakhir yang dimiliki oleh calon. Persyaratan kepribadian antara lain bebas dari perbuatan tercela dan loyal kepada Pancasila dan pemerintah (Danim dan Chairil, 2010:83).

Selama menduduki jabatan, kepala sekolah berhak atas: (1) gaji serta penghasilan dan pendapatan lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku, (2) akses kedudukan dalam jenjang kepangkatan tertentu, (3) hak kenaikan gaji atau kenaikan pangkat, (4) kesempatan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi, (5) memperoleh kesempatan untuk pengembangan diri, (6) penghargaan atau fasilitas, (7) dapat diberi teguran oleh atasannya karena sikap perbuatan serta perilakunya yang dirasakan dapat mengganggu tugas tugas dan tanggung jawab sebagai kepala sekolah, dan (8) dapat dimutasikan atau diberhentikan dari jabatan kepala sekolah karena hal-hal tertentu (Danim dana Chairil, 2010:83).

Kepala sekolah pun mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap atasan. Karena itu, seorang kepala sekolah wajib: (1) loyal dan melaksanakan apa yang digariskan oleh atasan, (2) berkonsultasi atau memberikan laporan mengenai pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawab, dan (3) selalu memelihara hubungan yang bersifat hirarki antara kepala sekolah dan atasan. Dia pun harus hirau terhadap mutu, khususnya berkaitan dengan: (1) nilai-nilai dan misi sekolah, (2) tata laksana dan keadministrasian sekolah, (3) kurikulum, (4) pengajaran, (5) penilaian dan evaluasi, (6) sumber daya, (7) layanan pendukung pembelajaran, (8) komunikasi dan jalinan hubungan dengan pemangku kepentingan, (9) kegiatan kemasyarakatan, dan (10) peningkatan mutu secara berkelanjutan. Termasuk dalam rangka ini, kepala sekolah harus mampu menggaransi mutu yang berkaitan dengan: (1) visi sekolah, (2) budaya sekolah, (3) administrasi sekolah, (4) komunikasi dan kolaborasi dengan masyarakat, (5) sikap keteladanan, kejujuran, keadilan, dan etika profesi, (6) lingkungan politik, sosial, hukum, ekonomi, dan budaya, (7) program onstruksional, dan (8) implementasi kebijakan (Danim dan Chairil, 2010:84).

1.3  Kriteria Kepala Sekolah

Di dalam PP No. 19 Tahun 2005 disebutkan syarat-syarat untuk menjadi kepala sekolah seperti berikut ini:

  1. Kriteria untuk menjadi kepala TK/RA meliputi:
    1. Berstatus sebagai guru TK/RA
    2. Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku
    3. Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA, dan
    4. Memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan di bidang pendidikan
    5. Kriteria untuk menjadi kepala SD/MI meliputi:
      1. Berstatus sebagai guru SD/MI
      2. Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku
      3. Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun di SD/MI, dan
      4. Memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan di bidang pendidikan
      5. Kriteria untuk menjadi kepala SMP/MTs/SMA/MA/SMK/MAK meliputi:
        1. Berstatus guru SMP/MTs/SMA/MA/SMK/MAK
        2. Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku
        3. Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun di SMP/MTs/SMA/MA/SMK/MAK, dan
        4. Memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan di bidang pendidikan
        5. Kriteria untuk menjadi kepala SDLB/SMPLB/SMALB meliputi:
          1. Berstatus guru pada satuan pendidikan khusus
          2. Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku
          3. Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun di satuan pendidikan khusus, dan
          4. Memiliki kemampuan kepemimpinan, pengelolaan, dan kewirausahaan di bidang pendidikan khusus.

1.4  Kompetensi Kepala Sekolah

Standar kompetensi sebagai hasil dari kajian akademik berikut ini cukup representatif untuk menggambarkan tugas yang harus dijalankan oleh kepala sekolah.

Kompetensi di Bidang Perencanaan

  1. Menyusun profil sekolah
  2. Merumuskan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah
  3. Merumuskan fungsi-fungsi sekolah yang diperlukan untuk mencapai setiap sasaran sekolah
  4. Melaksanakan analisis atas kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman terhadap setiap fungsi dan faktor-faktornya

Kompetensi di Bidang Pengorganisasian

  1. Mengorganisasikan kegiatan sekolah
  2. Menyusun sistem administrasi sekolah
  3. Mengembangkan kebijakan operasional sekolah
  4. Menata unit-unit organisasi sekolah atas dasar fungsi
  5. Menyusun mekanisme koordinasi antar unit-unit organisasi sekolah

Kompetensi di Bidang Implementasi Program

  1. Melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan
  2. Memberikan pengarahan dan penugasan kepada staf atas dasar tugas dan fungsi tugas staf yang bersangkutan
  3. Memotivasi dan mengarahkan staf supaya bekerja secara bertanggungjawab sesuai dengan tugas dan fungsinya
  4. Mengintregasikan dan menyikronkan ketatalaksanaan program

Kompetensi di Bidang Pengendalian Program

  1. Merumuskan sistem pengendalian/monitoring dan evaluasi sekolah
  2. Merumuskan indikator-indikator sekolah yang efektif dan menyusun instrumen
  3. Menggunakan teknik-teknik monitoring dan evaluasi
  4. Sosialisasi dan pelaksanaan monitoring dan evaluasi
  5. Merumuskan hasil analisis data monitoring dan evaluasi

Kompetensi di Bidang Pelaporan

  1. Membuat laporan akuntabilitas kinerja sekolah
  2. Mempertanggungjawabkan hasil kerja sekolah kepada pemangku kepentingan
  3. Membuat keputusan secara cepat, tepat, dan cekat berdasarkan hasil pertanggungjawaban
  4. Memperbaiki perencanaan sekolah untuk jangka pendek, menengah, dan panjang

Kompetensi Memimpin Sekolah

  1. Memberikan keteladanan dalam sikap dan tindakan
  2. Mengarahkan guru, staf, dan siswa
  3. Memiliki kekuatan dan kesan positif untuk mempengaruhi bawahan dan orang lain
  4. Mengambil keputusan secara terampil
  5. Berkomunikasi secara lancer

Kompetensi Memberdayakan Sumber Daya Manusia

  1. Menggali potensi-potensi sumber daya sekolah yang dapat dikembangkan
  2. Menentukan cara-cara memberdayakan sekolah
  3. Melaksanakan pemberdayaan sekolah
  4. Menilai tingkat keberdayaan sekolah

Kompetensi Melakukan Supervisi

  1. Merumuskan arti, tujuan, dan teknik supervisi
  2. Menyusun program supervisi pembelajaran
  3. Melaksanakan program supervisi
  4. Membimbing guru, staf dan siswa
  5. Mengajarkan wawasan/pengetahuan baru
  6. Melaksanakan umpan balik dari hasil supervisi

Kompetensi Menciptakan Budaya dan Iklim Kerja yang Kondusif

  1. Mencipatakan suasana kerja yang kondusif
  2. Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman
  3. Membentuk budaya kerjasama yang kuat
  4. Menumbuhkan budaya profesional warga sekolah
  5. Menciptakan iklim sekolah yang kondusif-akademis

Kompetensi Mengembangkan Kreativitas, Inovasi, dan Jiwa Kewirausahaan

  1. Menciptakan dan memanfaatkan peluang
  2. Mencipatakan pembaruan
  3. Merumuskan arti dan tujuan perubahan sekolah
  4. Menggunakan metode, tekinik dan proses perubahan sekolah

Kompetensi Komunikasi dan Kerja Sama dalam Pekerjaan

  1. Menjelaskan arti dan fungsi komunikasi dalam pekerjaan
  2. Menerapkan komunikasi yang efektif dalam pekerjaan
  3. Menjelaskan arti dan fungsi kerjasama dalam pekerjaan
  4. Menerapkan kerjasama antar staf dalam pekerjaan

Memanfaatkan Bahasa Inggris dalam Pekerjaan

Penggunaan bahasa inggris untuk memahami literatur asing/memperluas wawasan kependidikan

Kompetensi Memanfaatkan kemajuan IPTEK dalam Pendidikan

  1. Pemanfaatan teknologi dalam alat pembelajaran dan manajemen sekolah
  2. Memahami pemanfaatan komputer dalam pembelajaran dan manajemen sekolah
  3. Menjelaskan pemanfaatan alat-alat dengan teknologi terbaru dalam pembelajaran

Kompetensi Memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi

  1. Menjelaskan jenis-jenis teknologi informasi yang dimanfaatkan dalam pendidikan
  2. Mengidentifikasi dampak negatif dan positif teknologi informasi
  3. Menggunakan berbagai fungsi internet, terutama menggunakan e-mail dan mencari ibformasi
  4. Menggunakan komputer terutama untuk word processor dan spread sheet.

Kompetensi Mengelola Kurikulum dan Program Pembelajaram

  1. Membentuk dan memberdayakan tim pengembang kurikulum
  2. Memfasilitasi guru untuk mengembangkan kompetensi setiap guru kelas
  3. Mengevaluasi pelaksanaan kurikulum
  4. Mengelola proses bimbingan dan konseling

Kompetensi Mengelola Guru dan Tenaga Kependidikan

  1. Menginventarisasi karakteristik tenaga kependidikan yang efektif
  2. Memfasilitasi pengembangan profesionalisme tenaga kependidikan
  3. Memanfaatkan dan memelihara tenaga kependidikan
  4. Menilai kinerja guru dan tenaga kependidikan

Kompetensi Mengelola Kesiswaan

  1. Mengelola penerimaan siswa baru
  2. Mengelola pengembangan bakat, minat, kreativitas dan kemampuan siswa
  3. Mengelola sistem bimbingan dan konseling yang sistematis
  4. Melatih disiplin siswa
  5. Menyusun tata tertib sekolah
  6. Mengupayakan kesiapan belajar siswa
  7. Mengelola sistem pelaporan perkembangan siswa

Kompetensi Mengelola Keuangan

  1. Menyiapkan anggaran pendapatan dan belanja sekolah yang berorientasi pada program pengembangan sekolah secara transparan
  2. Menggali sumber dana dari pemerintah, masyarakat, orang tua siswa dan sumbangan lain yang tidak mengikat
  3. Mengelola akuntansi keuangan sekolah
  4. Melaksanakan sistem pelaporan penggunaan keuangan

Kompetensi Mengelola Sarana dan Prasarana

  1. Mengupayakan ketersediaan dan kesiapan sarana dan prasarana sekolah
  2. Menentukan spesifikasi sarana dan prasarana sekolah
  3. Merencanakan kebutuhan sarana dan prasarana sekolah
  4. Memonitor dan mengevaluasi sarana dan prasarana sekolah

Kompetensi Mengelola Hubungan Sekolah-Masyarakat

  1. Membina hubungan yang harmonis dengan orangtua siswa
  2. Mempromosikan sekolah kepada sekolah
  3. Membina kerjasama dengan pemerintah dan lembaga-lembaga masyarakat

Kompetensi Mengelola Sistem Informasi Sekolah

  1. Mengembangkan prosedur dan mekanisme layanan sistem informasi, serta sistem pelaporan
  2. Menyiapkan pelaporan secara sistematis, realistis, dan logis
  3. Mengembangkan SIM berbasis computer

Kompetensi Landasan Pendidikan

  1. Memahami jenis-jenis filsafat pendidikan
  2. Memahami landasan psikologi pendidikan
  3. Memahami berbagai teori pendidikan
  4. Pengembangan kurikulum sekolah
  5. Memahami struktur kurikulum

Mengetahui Tingkat Perkembangan Siswa

  1. Memahami psikologi pendidikan yang mendasari pperkembangan siswa
  2. Memahami tingkat-tingkat perkembangan mental siswa
  3. Memahami tingkat perkembangan siswa yang dididik

Mengetahui Macam-macam Pendekatan Pembelajaran

  1. Memahami macam-macam teori belajar
  2. Memahami strategi dan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa
  3. Memahami metode pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa

Menguasai kebijakan Pendidikan

  1. Menguasai perundang-undangan pendidikan
  2. Memahami dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan
  3. Memahami prinsip penyelenggaraan pendidikan
  4. Memahami ketentuan tentang pengawasan pendidikan

Memahami Program Pembangunan pendidikan dan Rencana Strategis di Bidang Pendidikan

  1. Memahami kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan
  2. Memahami visi dan misi pendidikan nasional
  3. Memahami program strategis di bidang pendidikan

Memahami Kebijakan Pendidikan

  1. Memahami program strategis di bidang pendidikan
  2. Menjelaskan konsep pendidikan tiap satuan pendidikan sesuai bidangnya
  3. Memahami tujuan pendidikan pada satuan pendidikan
  4. Memahami sistem dan struktur standar kompetensi siswa dan guru

Memahami Konsep dan Penerapan Kepemimpinan Pendidikan dalam Tugas, Peran dan Fungsi Kepala Sekolah

  1. Memahami konsep kepemimpinan pendidikan
  2. Memahami tugas, peran dan fungsi kepala sekolah
  3. Memahami penerapan konsep kepemimpinan pendidikan dalam tugas, peran dan fungsi kepala sekolah

Memahami Konsep dan Penerapan Manajemen Pendidikan dalam Tugas, Peran, dan Fungsi Kepala Sekolah

  1. Memahami konsep manajemen pendidikan
  2. Memahami lingkungan sekolah sebagai bagian dari sistem sekolah yang bersifat terbuka
  3. Melaksanakan standar pelayanan secara cepat

Memahami Konsep dan Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

  1. Memahami dan menghayati hakikat otonomi pendidikan
  2. Memahami dan menghayati arti, tujuan dan karakteristik manajemen berbasis sekolah
  3. Mengevaluasi tingkat keberhasilan manajemen berbasis sekolah

Memahami Konsep dan Penerapan Manajemen Mutu Sekolah

  1. Memahami konsep manajemen mutu sekolah
  2. Merencanakan sistem mutu sekolah
  3. Menerapkan sistem manajemen mutu sekolah
  4. Mengevaluasi sistem manajemen mutu sekolah

Kompetensi Personal

  1. Menerapkan toleransi
  2. Berakhlak mulia
  3. Suka menolong
  4. Berempati terhadap orang lain
  5. Memiliki rasa sayang yang tinggi
  6. Bekerja tanpa mengutamakan pamrih

Berjiwa Pemimpin

  1. Memberi contoh yang baik dalam perilaku sehari-hari
  2. Bersikap adil dan bijaksana dalam pengambilan keputusan
  3. Melakukan pemecahan masalah secara efektif
  4. Memotivasi bawahan
  5. Bersikap obyektif dalam memberikan penilaian terhadap bawahan

Memiliki Etos Kerja yang Tinggi dan Pengendalian Diri

  1. Tidak mudah tersinggung/marah
  2. Bekerja dengan teliti, cermat, hati-hati
  3. Disiplin dalam bekerja
  4. Bersemangat dalam bekerja
  5. Memiliki rasa percaya diri

Bersikap Terbuka dan komitmen

  1. Mau menerima saran dan kritik
  2. Memiliki integritas
  3. Loyalitas terhadap tugas profesinya
  4. Konsisten antara ucapan dan perbuatan

Kompetensi Sosial Kemasyarakatan

  1. Bekerja sama dalam melaksanakan tugas
  2. Bekerja sama dengan pimpinan
  3. Berperan aktif dalam kegiatan sosial
  4. Berperan aktif dalam kegiatan masyarakat

1.5  Persyaratan Kepala Sekolah

Dapat dilihat dari sisi persyaratan, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 13 Tahun 2007 tanggal 17 April 2007 telah menetapkan standar kepala sekolah madrasah.

1.6  Peningkatan Mutu

Administrator yang profesional memiliki kapasitas untuk berubah.Inisiatif mutu pun, meniscayakan kapasitas yang kuat untuk itu.Kapasitas yang dimaksud merupakan kombinasi antara aspek individu dengan aspek kelembagaan. Kombinasi akan menelorkan visi, struktur, dan sumber-sumber yang mendukung reformasi pendidikan persekolahan. Menurut Diane Massell (1998) ada 7 elemen kapasitas untuk meningkatkan mutu pendidikan persekolahan, yaitu :

1)      Pengetahuan dan keterampilan guru

2)      Motivasi siswa

3)      Materi kurikulum

4)      Kualitas dan tipe orang-orang yang mendukung proses pembelajaran dikelas

5)      Kuantitas dan kualitas interaksi para pihak pada tingkat organisasi sekolah

6)      Sumber-sumber material

7)      Organisasi dan alokasi sumber-sumber sekolah di tingkat lembaga

Untuk mencapai hal ini sangat mungkin ditemukan sejumlah kendala mayornya, oleh Eugene Schaffer dkk. (1997) :

1)      Kemampuan keuangan yang tidak memadai

2)      Kepemimpinan kepala sekolah yang tidak kompeten

3)      Komitmen guru yang rendah

4)      Persepsi negatif dari masyarakat

5)      Penataan staf

6)      Kurikulum

7)      Konflik politik dan rasial

8)      Keterbatasan fasilitas

9)      Komunikasi yang tidak kondusif

Ketujuh elemen  kapasitas yang tersaji ini memoros langsung pada transformasi kegiatan pembelajaran di kelas. Sumber-sumber keuangan dan besarnya dana pada umumnya menjadi kendala dan sumber frustrasi khusus bagi para pemburu. Oleh karena keuangan sekolah secara tradisional berbasis pada masukan yang bervariasi, misalnya pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dll.

Ada 6 strategi pendidikan persekolahan :

1)      Membangun komitmen untuk memberi porsi penganggaran yang lebih besar atau setidaknya secara nisbi memadai bagi keperluan penyelenggaraan pendidikan yang bersifat reformatif

2)      Memberi peluang kepada sekolah untuk secara diskresi atau keleluasaan lebih luas mengatur keuangan secara lebih besar

3)      Menautkan kompensasi terhadap guru dengan reformasi atau menerapkan sistem prestasi bagi guru ke dalam skema reformasi pendidikan

4)      Penerapan insentif kepada sekolah secara berbasis pada kinerjanya

5)      Penerapan kaidah-kaidah akuntabilitas untuk setiap item pembelanjaan

6)      Membangun prakarsa dana luncuran atau prakarsa yang menghasilkan sejumlah uang demi sustainabilitas reformasi pendidikan

1.7  Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah

Kepala sekolah yang profesional memiliki kemampuan kuat dalam memberdayakan komite sekolah.Kehadiran komite sekolah merupakan wujud nyata untuk mewadahi partisipasi masyarakat.Kepala sekolah sebagai administrator sangat berkepentingan dengan kehadiran komite sekolah, karena melalui merekalah partisipasi maasyarakat dapat dioptimasi.

Pemerintah dan masyarakat harus mampu berperan penting dalam penigkatan mutu pelayanan pendidikan, baik dalam kerangka perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, maupun evaluasi program.

Demikian halnya komite sekolah/madrasah. Lembaga ini bersifat mandiri, dimana ia dibentuk  dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arah dan dukungan tenaga, saranan dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.

Dala Kepmendiknas No. 044/U/2002 tujuan, peran, dan fungsi Dewan Pendidikan ada 3 tujuan utama, yaitu :

1)      Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan dan program pendidikan

2)      Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta aktif dari seluruh lapisan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan

3)      Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu

Dari sisi peran, Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota memiliki 4 peran, yaitu :

1)        Pemberi pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan prasekolah, jalur  pendidikan sekolah, dan jalur pendidikan luar sekolah, program-program kepelatihan dan perguruan tinggi.

2)        Pendukung baik yang berwujud finansial pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan

3)        Pengontrol dalam rangka transparasi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan

4)        Mediator antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan masyarakat, serta dunia usaha

Dilihat dari fungsinya, Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota memiliki 6 fungsi utama yaitu :

1)        Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggraan pendidikan dan kepelatihan yang bermutu untuk semua jenis jenjang, termasuk perguruan tinggi

2)        Melakukan kerjasama dengan masyarakat, pemerintah, dunia bisnis, dan DPRD berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan dan kepelatihan yang bermutu untuk semua jenis dan jenjang, termasuk perguruan tinggi

3)        Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan dan berbagai kebutuhan pendidikan dan kepelatihan yang diajukan masyarakat

4)        Memberikan masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepada pemerintah daerah

5)        Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan

6)        Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan dan kepelatihan.

Referensi: Danim, Sudarwan dan Khairil. 2010. Profesi Kependidikan. Bandung : Alfabeta

Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal

Pengembangan kurikulum muatan lokal didasarkan pada keadaan dan kebutuhan lingkungan, yang disesuaikan dengan karakteristik daerah, adat istiadat, tradisi, dan ciri khas daerah. Adapun materi dan isinya ditenGambartukan oleh satuan pendidikan, yang dalam pelaksanaannya merupakan kegiatan kurikuler yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah. Keadaan daerah dimaksudkan sebagai segala sesuatu yang terdapat di daerah tertentu yang pada dasarnya berkaitan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial dan ekonomi, serta lingkungan budaya daerah tersebut. Sedangkan kebutuhan daerah diartikan sebagai segala sesuatu yang diperlukan masyarakat di suatu daerah, khususnya untuk kelangsungan hidup dan peningkatan taraf  kehidupan masyarakat sesuai dengan arah perkembangan serta potensi daerah yang bersangkutan.

 

Jika mengacu pada perubahan dan kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks, maka pendidikan yang telah berjalan selama ini tidak akan mampu memenuhi kebutuhan itu. Isi kurikulum harus senantiasa berubah sesuai dengan perubahan masyarakat. Karena kurikulum harus dinamis dan ini hanya mungkin dengan bentuk kurikulum yang fleksibel, yakni yang dapat diubah menurut kebutuhan dan keadaan. Pengembangan kurikulum muatan lokal dapat sepenuhnya dilakukan oleh pihak sekolah.

 

Kebebasan sekolah untuk dapat mengembangkan kurikulum muatan lokal secara sendiri, akan dapat lebih menunjang tercapainya tujuan pendidikan muatan lokal. Secara umum, tujuan pendidikan muatan lokal adalah mempersiapkan murid agar mereka memiliki wawasan yang mantap tentang lingkungannya dan sikap serta perilaku bersedia melestarikan dan mengembangkan sumber daya alam, kualitas sosial, dan kebudayaan yang mendukung pembangunan nasional maupun pembangunan setempat. Dalam pengembangan kurikulum muatan lokal, terdapat dua arah pengembangan, yakni pengembangan untuk jangka panjang dan pengembangan untuk jangka pendek. Pengembangan untuk jangka jauh dilaksanakan secara berurutan atau berkesinambungan dari berbagai muatan lokal yang pernah diajarkan di sekolah-sekolah bawahnya. Sedangkan di perguruan tinggi akan lebih tepat kalau diistilahkan dengan program khusus, yang akan menyebabkan adanya ciri khas bagi setiap perguruan tinggi yang bersangkutan. Sedangkan pengembangan muatan lokal dalam jangka pendek dapat dilakukan oleh sekolah setempat dengan cara menyusun kurikulum muatan lokal yang sesuai dengan karakteristik daerah dan dapat merevisinya setiap saat bila diperlukan. Pengembangan mata pelajaran muatan lokal sepenuhnya ditangani oleh sekolah dan komite  sekolah yang membutuhkan penanganan secara profesional dalam merencanakan, mengelola, dan melaksanakannya.

PERENCANAAN PENDIDIKAN

Perencanaan Pendidikan
Mengacu pada definisi perencanaan yannng dikemukakan di depan, perencanaan pendidikan dapat di definisikan sebagai upaya menentukan apa yang akan dikerjakan, bagaimana cara mengerjakan, bilamana dikerjakan, di mana dikerjakan, serta siapa yang mengerjakan, untuk mencapai tujuan pendidikan. Sebagaimana halnya tingkat-tingkat perencanaan negara, perencanaan pendidikan pun bertingkat-tingkat, dari perencanaan nasional hingga perencanaan tingkat kecamatan. Selain itu, karena pendidikan terdiri atas pendidikan sekolah dan luar sekolah, serta pendidikan sekolah berjenis dan berjenjang, maka terdapat perencanaan pendidikan sekolah dan luar sekolah, serta perencanaan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan.
Perencanan pendidikan biasanya dilakukan berdasarkan pendekatan tertentu. Pendekatan-pendekatan dalam perencanaan pendidikan dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu:

1. pendekatan kuantitatif

pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan Analisis Tenaga Kerja dan pendekatan untung rugi (Cost Benefit).

2. pendekatan kualitatif.

pendekatan kualitatif merupakan pendekatan Sumber Daya Manusia ( Human Resource) dan pendekatan Sosial Budaya (Socio Cultural).

pendekatan Analisis Tenaga Kerja yaitu pendekatan ini berangkat dari ananlisi tenaga kerja serta projeksi kebutuhan tenaga kerja berdasarkan hasil analisis tersebut. Dalam pendekatan ini, keseimbangan anatara produksi lembaga pendidikan dan perminataan lapangan kerja diperhitungkan secara ketat.

Pendekatan Untung Rugi. Dalam pendekatan ini dibuat perhitungan perbandingna anatra biaya yang dikeluarkan untuk penyelengaraan pedidikan serta keuntungan yang akan diperoleh dari hasil pendidikan. Pendekatan ini melihat pendidikan sebagai upaya investasi yang harus memberikan keuntungan nyata pada saat nanti.

pendekatan sumber daya manusia. Pendekatan ini lebih menentukan pengembangan potensi manusia secara utuh. Dalam berkembangnya potensi manusia secara utuh dan maksimal, berbagai lowongan kerja diharapkan akan dapat dimasuki oleh keluaran pendidikan sesuai dengan minat dan kemampuannya.

Pendekatan Sosial Budaya. Pendekatan ini bertolak dari analisis terhadap persoalan-persoalan budaya yang sedang aktual dalam masyarakat. Budaya yang menghambat kemajuan masyarakat seperti menganggap rendah pekerjaan diluar pegawai negeri, menganggap rendah sekolah kejuruan, serta budaya santai dijadikan acuan dalam perencanaan pendidikan. Diharapkan, melalui pendidikan, budaya-budaya itu akan berkurang.

 

TEORI-TEORI KEPEMIMPINAN

TEORI-TEORI KEPEMIMPINAN (Toha,2012:32)

  1. TEORI SIFAT (TRAIT THEORY)

Teori awal tentang sifat ini dapat ditelusuri kembali pada zaman Yunani kuno dan zaman Roma. Pada waktu itu orang percaya bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukannya dibuat. Teori Great Man menyatakan bahwa seseorang dilahirkan sebagai pemimpin akan menjadi pemimpin tanpa memperhatikan apakah ia mempunyai sifat atau tidak mempunyai sifatsebagai pemimpin.

Teori great man barangkali dapat memberikan arti lebih realistis terhadap pendekatan sifat dari pemimpin, setelah mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi adalah suatu kenyataan yang dapat diterima bahwa sifat-sifat kepemimpinan itu tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi dapat juga lewat suatu pendidikan dan pengalaman.

 

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin dalam suatu organisasi dibutuhkan latar belakang pendidikan dan pengalaman disuatu organisasi. Dengan pendidikan dan dan pengalaman tersebut, pemimpin bisa menjalankan tugasnya sebagai pemimpin yang berkompetensi dan mempunyai pengalaman yang tinggi intuk memimpin organisasi yang menaunginya.

 

  1. TEORI KELOMPOK

Tori kelompok dalam kepemimpinan ini memiliki dasar perkembangan yang berakar pada psikologi sosial. Teori kelompok ini beranggapan bahwa, supaya kelompok bisa mencapai tujuan-tujuannya, harus terdapat suatu pertukaran yang positif di antara pemimpin dan pengikut-pengikutnya. Hal tersebut melibatkan pula konsep-konsep sosiologi tentang keinginan-keinginan mengembangkan peranan. Penelitian psikologi sosial dapat digunakan untuk mendukung konsep-konsep peranan dan pertukaran yang diterapkan dalam kepemimpinan.

Hasil dari suatu penemuan, dalam penelitiannya ini menyatakan bahwa para bawahan juga dapat mempengaruhi para pemimpinnya, seperti pemimpin dapat memengaruhi pengikut-pengikutnya/para bawahannya. Suatu contoh penemuan Greene menyatakan bahwa ketika para bawahan tidak melaksankana pekerjaan secara baik, maka pemimpin akan memberikan penekanan struktur pengambilan inisiatif (perilaku tugas). Tetapi ketika para bawahan dapat melaksanakan pekerjaan secara baik, maka pemimpin akan menaikkan pada penekanannya pada pemberian perhatian (perilaku tata hubungan). Barrow dalam peneliatanna menemukan bahwa produktivitas kelompok mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap gaya kepemimpinan dibandingkan dengan pengaruh gaya kepemimpinan tehadap produktivitasnya.

 

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa para bawahan dapat memengaruhi pemimpinnya. Jika kinerja bawahannya baik maka akan dapat memengaruhi produktivitas perusahaan, sehingga pemimpin akan merasa untung dengan kinerja bawahannya. Hal tersebut dapat dibuktikan jika pemimpin memberikan penghargaan pada bawahannya yang kinerjanya baik, maka bawahan akan lebih meningkatkan kinerjanya, otomatis pemimpin mendapatkan untung dan produktivitas perusahaan meningkat.

 

  1. TEORI SITUASIONAL dan MODEL KONTIJENSI

Pada sekitar tahun 1940 ahli-ahli psikologi sosial memulai meneliti beberapa variabel situasional yang mempunyai pengaruh terhadap peranan kepemimpinan, kecakapan, dan perilakunya, berikut pelaksanaan kerja dan kepuasan para pengikutnya. Berbagai variabel situasional diidentifikasikan, tetapi tidak semua ditarik oleh teori situasional ini. Kemudian sekitar tahun 1967, Fred Fiedler mengusulkan suatu model berdasrkan situasi untuk efektivitas kepemimpinanaya. Konsep model ini dituangkan dalam bukunya yang terkenal A Theory of Leadership Effectiveness.

Fiedler mengembangkan suatu teknik yang unik untuk mengukur gaya kepemimpinan. Pengukuran ini diciptakan dengan memberikan suatu skor yang dapat menunjukkan Dugaan Kesamaan diantara Keberlawanan (Assumed Similaritybetween Opposites, ASO) dan Teman Kerja yang paling sedikit disukai (Least Preferred Coworker, LPC). ASO memperhitungkan derajat kesamaan di antara persepsi-persepsi pemimpin mengenai kesenangan yang paling banyak dan paling sedikit tentang kawan-kawan kerjanya.

Dua pengukuran tersebut ada hubungannya dengan gaya kepemimpinan, sebagai berikut:

  1. Hubungan kemanusiaan dihubungkan pemimpin yang tidak melihat perbedaan yang besar di antara teman kerja yang paling banyak dan paling sedikit disukai (ASO) atau memberikan suatu gambaran yang relatif menyenangkan kepada teman kerja yang paling sedikit disenangi (LPC).
  2. Gaya yang berorientasi tugas dihubungkan dengan pemimpin yang melihat suatu perbedaan besar di antara teman kerja yang paling banyak dan paling sedikit disenangi (ASO) dan memberikan suatu gambaran yang paling sedikit diskusi (LPC).

Dari beberapa pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan yang dikombinasikan dengan situasi akan mampu menentukan keberhasilan pelaksanaan kerja.

  1. MODEL KEPEMIMPINAN KONTIJENSI DARI FIEDLER

Dari penelitian-penelitiannya terdahulu, Fiedler mengembangkan suatu model yang dinamakan Model Kontijensi Kepemimpinan yan efektif. Model ini berisi tentang hubunga antara gaya kepemimpinana dengan situasi yang menyenangkan. Adapun situasi yang menyenangkan itu diterangakan oleh Fiedler dalam hubungannya dimensi-dimensi empiris berikut:

  1. Hubungan pimpinan anggota

Hal ini merupakan variabel yang paling penting di dalam menentukan situasti yang menyenangkan tersebut.

  1. Derajat dari struktur tugas

Dimensi ini merupakan masukan yang amat penting kedua, dalam menentukan situasi yang menyenangkan.

  1. Posisi kekuasaan pemimpin yang dicapai lewat otoritas formal

Dimensi ini merupakan dimensi yang amat penting ketiga di dalam situasi yang menyenangkan.

Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan berhubungan dengan situasi yang terjadi disekitarnya. Ada situasi yang menyenangkan maupun situasi yang tidak menyenangkan. Dalam teori ini pemimpin mempunyai tugas atau kekuasaan penuh terhadap tugasnya serta pemimpin mendapatkan dukungan moral dari bawahannya. Karena di sini pimpinan hanya berorientasi pada tugasnya sehingga tidak perlu musyawarah atau berdiskusi dengan bawahannya.

  1. TEORI JALAN KECIL-TUJUAN (PATH-GOAL THEORY)

Dalam teori path-goal menggunakan kerangka teori motivasi. Hal ini meupakan pengembangan  yang sehat karena kepemimpinan di satu pihak sangat berhubunga erat dengan motivasi kerja, dan pihak lain berhubungan dengan kekuasaan.

Teori pat-goal mempunyai empat tipe gaya kepemimpinan yaitu:

  1. Kepemimpinan direktif

Dalam model ini bawahan tahu dengan pasti apa yang diharapkan darinya dan pengarahan yang khusus diberikan oleh pemimpin. Dalam model ini tidak ada partisipasi bawahan.

  1. Kepemimpinan yang mendukung

Model ini mempunyai kesediaan untuk menjelaskan sendiri, bersahabat, mudah didekati, dan mempunyai perhatian kemanusiaan yang murni terhadap para bawahannya.

  1. Kepemimpinan partisipatif

Pada gaya kepemimpinan ini pemimpin berusaha meminta dan menggunakan saran-saran dari para bawahannya. Namun pengambilan keputusan masih tetap berada padanya.

  1. Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi

Gaya kepemimpinan ini menetapkan serangkaian tujuan yang menantang para bawahannya untuk berpartisipasi. Pemimpin juga memberikan keyakinan kepada para bawahannya bahwa mereka mampu melaksanakan tugas mencapai tujuan yang secara baik.

 

Dari beberapa pernyataan yang ada di atas dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan tersebut dapat dilaksankan atau terjadi oleh pemimpin yang sama dalam situasi yang berbeda.

 

  1. PENDEKATAN SOCIAL LEARNING DALAM KEPEMIMPINAN

Pendekatan social learning tampaknya memberikan pemecahan yang terbaik dari semua tantangan-tantangan tersebut. Pendekatan ini memberikan suatu dasar untuk suatu model konsepsi yang menyeluruh bagi perilaku. Teori ini menekankan bahwa terdapat faktor penentu yang timbal balik dalam kepemimpinan ini. Faktor penentu itu ialah pemimpin sendiri, situasi lingkungan, dan perilakunya sendiri.

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan mempunyai timbal balik terhadap faktor-faktor penentu.

 

Referensi: Thoha, Miftah. 2012. Kepemimpina Dalam Manajemen. Jakarta: Rajawali Pers.